Mendengar kata pacaran tidak asing lagi terutama bagi kawula muda. Para
remaja yang terbius dengan perasaan ingin saling memiliki. Bahkan pacaran
menjadi trend diberbagai kesempatan. Tidak jarang dari mereka meresa minder
jika belum mempunyai pacar atau pasangan. Sehingga menurut sebagian mereka
pacaran adalah sebuah keharusan. Terlepas dari akibat ataupun
madharat yang menghampiri dilihat dari sosial maupun agama.
Beberapa ahli mendifinisikan pacaran diantaranya Kyns (1989)
pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan mereka
memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini didasarkan karena adanya
perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Menurut Reiss (dalam
Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang
diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman
meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan
informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure)
menjadi elemen utama dari keintiman. Kesimpulan dari beberapa pernytaan ahli
ahwa pacaran adalah adanya keterikatan emosi dengan perasaan tertentu antara
pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan
melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
Setiap makhluk yang diciptakan ALLAH SWT berpasang-pasangan.
Firman-Nya “Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri)
dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan
bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang
baik-baik.” [QS. An Nahl (16):72]. Hal yang menarik tentang berpasang-pasangan
bahwa pasangan adalah sebuah ikatan dua insan manusia dalam menjaga, merawat
dan berkontribusi dijalanNya. Berpasangan menurut islam memiliki dampak positif dalam kehidupan. Dilihat melalui dimensi religius maupun sosial.
Agama memberikan peraturan dalam bersosialisasi antara manusia
dengan tuhan maupun manusia dengan manusia lainnya. Pembatasan ini bukan
berarti tuhan mendeskritkan ataupun mengekang langkah manusia dalam menentukan
sikap dan berprilaku, namun tuhan tetap memberikan kebebasan dalam setiap
pilhan hambaNya. Memilih secara syariat bukan menentang karena hawa nafsunya.
Menurut Zakiah Darajat (1982 : 28) “remaja adalah umur yang menjembatani
antara umur anak-anak dan umur dewasa. Pada usia ini terjadi
perubahan-perubahan cepat pada jasmani, emosi, sosial, akhlak dan kecerdasan”.
Sedangkan menurut Y. Singgih D. Gunarso (1998 : 8) bahwa masa remaja adalah
permulaannya ditandai oleh perubahan-perubahan fisik yang mendahului kematangan
seksual. Usia remaja transformasi dari anak-anak menuju dewasa
diawali usia 13-18 tahun. Usia yang seharusnya untuk melakukan aktifitas
pendidikan dan sosial yang produktif. Tidak seharusnya diisi dengan hal yang
kontra produktif, kehilangan waktu, pikiran dan bahkan materi hanya karena
menuruti kecondongan perasaan untuk memiliki pasangan. Remaja belum mencapai
usia pemikiran dewasa. Pubertas masih menjadi bagian dari dirinya sebagai
proses menuju dewasa. Sehingga akan mudah tidak konsisten terhadap pilihan
maupun keputssan yang diambilnya.
Melihat kehidupan remaja yang
dikelilingi ego dan gengsi membuat mereka terpacu untuk mempunyai pasangan.
Tidak hanya dikota-kota besar bahkan sampai kedaerah mentalitas remaja untuk
mempunyai pasangan sangat besar. Ejekan karena belum mempunyai pasangan dengan
status jomblo misalnya membuat mereka ada rasa malu dan gengsi karena belum
mempunyai pasangan. Sehingga remaja pada posisi tersebut ingin segera memilki
pasangan (pacar) tanpa melihat sisi baik maupun buruk.
Trend pacaran bagi kawula muda terlebih remaja menjadi polemik
dimasyarakat. Lebih banyak madharat daripada manfaat yang diperoleh. Agama
mengatur dan membatasi pergaulan seseorang terutama lawan jenis. Disamping
pergaulan sebagai media untuk saling mengenal dan berbuat baik terhadap yang
lain, namun pergaulan memiliki norma dilihat dari sisi agama maupun
lingkungan masyarakat. ALLAH SWT menjelaskan dalam firmanNya “Dan
janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan
suatu jalan yang buruk” [QS. Al-Isra (17):32]. Zina
salah satu dosa besar yang dilarang agama karena termasuk perbuatan keji dan
jalan yang buruk. Kerugian yang dialami kedua insan ini yang melatarbelakangi
zina menjadi salah satu dosa yang besar menurut agama. Sehingga mendekat atau
melakuakan sesuatu yang akan menimbulkan zina tetap dilarang meski tidak
melakukan zina. Bentuk kehatia-hatian dalam menjaga untuk tidak sampai
melakukan perbuatan yang keji dan merugikan manusia. Pacaran meskipun tidak
bersentuhan langsung menjadi zina namun akan mendekati zina-zina lain antaranya zina mata, zina telinga, zina tangan, zina lisan dan bahkan zina
hati. Zina mata adalah bagaimana
memandang lawan jenis yang bukan mahram dan memiliki syahwat dalam
memandangnya, meiliki rasa cinta dan keinginan untuk memilki seutuhnya. Sedangkan zina telinga disaat mendengarkan
orang yang dicintai merasa tumbuh mahabbah dan ingin selalu mendengarkan
suaranya. Terlebih zina tangan dimana dalam masa pacaran terkadang atau bahkan
bisa dipastikan bersentuhan maupun berpegangan tangan kedua insan yang sedang dimabuk
asmara. Zina lisan dapat dilihat saat sepasang insan saling melontarkan
sanjungan dan rayuan untuk mendapatkan perhatian pasangannya. Sedangkan Zina
hati menyibukkan hati yang seharusnya untuk selalu mengingat sang kholiq namun
disibukkan dengan memikirkan dan mengingat seseorang yang belum halal baginya. Hal
ini yang dimaksudkan dalam Alquran mengenai mendekati zina. Terjerumus dalam
perzinaan dan perbuatan keji lainnya.
Koridor-koridor agama telah dilangkahi dan
melewati batas-batas yang sudah ditetapkan. Bagaimana pacaran telah manafikan
batasan yang telah ditetapkan oleh laki-laki dan perempuan. Koridor agama
memberikan batasan untuk menjaga muruah (kewibawaan, harga diri) antara laki-laki
dan perempuan. Terhindar dari zina mata untuk tidak saling memandang dengan
perasaan emosi ingin memilki atau sekedar menyukai. Terhindar dari zina telinga
untuk menjaga hati tidak condong ingin selalu mendengarkan suaranya meskipun
pada dasarnya memang memilki suara yang merdu. Terjaga dari zina tangan dimana
islam mengatur seseorang yang bukan mahram nya untuk tidak saling menyentuh
tangan keduanya. Terjaga dari zina lisan diman agama mengajarakan untuk tetap
berbicara dengan baik dan lembut tanpa menimbulkan syahwat. Terjaga dari zina
hati agama mengajarkan untuk menjaga hari supaya tidak mendzolimi diri sendiri
dan orang lain. Hati adalah pusat tubuh yang mengontrol semua anggota sesuai
hatinya. Keadilan hati untuk memposisikan diri dan tidak condong akan nafsu akan
membuat semua bagian tubuh terhindar dari zina dan kemaksiatan lainnya.
Pacaran memiliki dampak yang
kurang baik bagi kehidupan manusia. Terlebih mereka yang meletakkan persaan
cinta tidak pada semestinya. Perasaan cinta yang seharusnya teruntuk tuhan,
rasul dan orang tuanya diletakkan pada perasaan yang belum atau tidak halal
baginya. Secara tidak langsung telah mendzalimi dirinya sendiri. Berlaku tidak
adil terhadap perasannya dan menyianyiakan karunia mahabbah yang diberikan
tuhan padanya.
Waktu menjadi salah satu hal
yang dirugikan pada proses pacaran. Bagaimana tidak jika waktu disia-siakan
dengan hal yang belum pasti dan menyibukkan diri disertai melanggar laranganNya. Waktu yang seharusnya digunakan untuk hal positif seperti berinteraksi
dengan tuhan dan manusia menjadi berkurang dan menurun seiring dengan adanya
proses pacaran. Waktu seringkali digunakan keduanya untuk saling berinteraksi
lebih intens dengan cara-cara yang tidak sesuai syariat agama.
Hubungan yang dijalani atas
dasar perasaan yang berlebihan akan mendatangkan madharat bagi keduanya. Ketidakmampuan bersikap adil
terhadap perasaannya dan keinginan memiliki yang belum menjadi haknya akan
menimbulkan hal negatif bagi keduanya. Allah SWT berfirman dalam Alquran “Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap segala
sesuatu yang kamu kerjakan.” – (Q.S An-Nisa: 135). Ketidakmampuan bersikap
adil karena mengikuti hawa nafsunya. Hawa nafsu yang mendorong seseorang untuk
berlebihan dalam bersikap dan berpikir. Hawa nafsu juga akan mendorong
seseorang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Didalam buku “Adabun Nufus Wal Muhasibi” juga djelaskan seorang
manusia untuk bisa bersikap adil yaitu ” Keadilan
seseorang dapat terbuka dengan jalan mengetahui kapasitas dirinya sendiri, bukan
melakukan sesuatu melebihi kapasitas yang dia miliki”. Keadilan seseorang teletak dalam kemampuannya mengenali
kapasitas yang dia miliki tidak berlebihan atas segala hal yang membuatnya
menjadi tidak bisa beralaku adil untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain
(pasangan). Temasuk perasaan yang mampu dia kuasai dan miliki untuk seseorang
yang pantas baginya, yakni pasangan yang halal diluar koridor pacaran.
Bagaimana supaya bisa berlaku adil terhadap hati yang dimilikinya dengan
memposisikan hati sesuai kodrat dan kapasitas dalam mencintai sesuatu. Islam
mengajarkan untuk selalu berhati-hati dalam hal apapun tidak terkecuali hati
yang dengan mudahnya mampu membolak-balikkakan tanpa bisa dikendalikan.
Seseorang yang mempunyai perasaan yang lebih besar terhadap pasangan nya dan
merasa memiliki seutuuhnya dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang tidak
pantas dan bahkan perbuatan keji. Terlalu mencintai juga bukanlah hal baik
karena belum tentu seseorang yang kita cintai dengan begitu dalam akan menjadi
pendamping kita kedepan nya. kekecewaan jelas akan menghampiri salah satu
pasangan tersebut pihak laki-laki ataupun perempuan atas rasa cinta yang
berlebihan. Bahkan tidak jarang akan adanya kekerasan fisik jika nafsu sudah
mampu menguasainya. Perbuatan keji perlahan akan terjadi atas dasar kekecewaan
karena tak mampu memiliki atas dasar cinta yang berlebihan.
Kehidupan dalam proses
pacaran tidak semudah yang dibayangkan. Adanya proses dan lika-liku didalamnya.
Usia remaja bukanlah seseorang yang siap akan lika-liku tersebut. Perlu
kedewasaan dalam menyelesaikan sebuah masalah meski kedewasaan bukanlah sesuatu
yang bisa diukur dengan usia saja. Kenyataannya dewasa adalah proses dalam
kehidupan seseorang dalam menjalani dan mengambil tindakan atas sebuah pilihan.
Begitu pula kesiapan fisik dan mental disaat kehidupan bukanlah bagian dari
perencanaan yang telah dibangun. Kekecewaan seseorang akan semakin besar disaat
perasaan yang dimilikinya juga besar. Kecenderungan mental yang lemah
menjadikan seseorang tidak siap menerima kenyataan yang dihadapi.
Dampak negatif selain waktu
yang terbuang sia-sia namun materi juga menjadi hal kontra produktif bagi
keduanya. Materi menjadi salah satu bagian dari proses pacaran. Meskipun
bukanlah segalanya dalam sebuah hubungan namun tidak dinafikan bahwa materi
menjadi pendukung yang relevan dan konkrit dalam proses pacaran. Secara tidak
langsung pacaran mengikuti keinginan hati untuk bisa merasakan kesenangan dan
kebahagiaan bersama yang dicintai. Memberikan rasa nyaman dan aman bagi
pasangannya. Meskipun harus mengeluarkan materi dalam setiap kesempatan untuk
membahagiakan pasangan. Bahkan jika ada wanita yang bilang “aku tak butuh
materimu yang ku butuhkan hanyalah cintamu”. Apakah benar cinta tak membutuhkan
materi? Ibadah yang status nya ibadah mahdhah ( ibadah murni kepada sang
kholiq) sekalipun membutuhkan materi (ad-Dunyaa). Apalagi persoalan mencintai
yang didalam nya belum tentu ada ibadahnya. Mencintai yang membutuhkan sebuah
pengorbanan dalam perjalanannya. Sehingga materi bukan menjadi masalah yang berarti
teruntuk orang dicintainya. Terkadang membahagiakan seseorang dengan menuruti
kemauan orang yang dicintai menjadi hal yang wajar bahkan wajib bagi sepasang
insan yang sedang memadu kasih tanpa melihat logika. Meskipun ada yang bilang
cinta tak memerlukan logika. Perlu adanya keseimbangan akal pikiran dan hati
untuk mencapai sebuah keadilan dalam perasaan. Membahagiakan pasangan merupakan
keinginan naluri seseorang dalam masa-masa pacaran. Namun membahagiakan
terkadang melebihi batas kemampuan yang dimiliki, padahal ada yang lebih
penting dari sekedar memberikan materi kepada orang yang dicintainya adalah
menjaganya dari hal yang seharusnya dijalankan secara syariat.
Pacaran memiliki lebih banyak
dampak negatif daripada dampak positif. Dampak positif nya bahwa pacaran akan
mampu membuat seseorang berbaur dan mengenal karakter orang lain dan mampu
bersosialisasi dengan baik. Dibalik itu banyak madharat yang diperoleh dalam
proses pacaran. Dilihat dari dimensi agama dan sosial masyarakat. Dimana
dimensi agama akan mnyalah koridir atau batasan-batasan dalam hubungan lawan
jenis yang bukan mahramnya. Dimensi sosial masyarakat adanya waktu, materi, dan
pendidikan yang terbengkalai akibat pacaran dan bahkan lebih tragisnya jika
sampai masuk ranah pidana seperti kekerasan verbal maupun fisik.
Mengutip dari republika (13/10) Ketua
Komisi Dakwah MUI Ustaz Moh Zaitun Rasmin mengatakan, bahwa bagi seseorang yang
ingin menikah janganlah melalui pacaran, sebab caranya yang salah akan
mempengaruhi keberlangsungan rumah tangganya kelak. Dalam Islam yang diajarkan
adalah melalui ta’aruf. Lanjutnya “Pacaran dalam Islam tidak boleh kecuali
yang dimaksud itu setelah akad nikah. Dalam Islam yang diajarkan untuk memiliki
hunbungan atau ke tahap nikah itu melalui ta’aruf,” kata Rasmin. Daripada
melakukan pacaran Ustaz Moh Zaitun menyarankan untuk melakukan hubungan yang
lebih serius sesuai koridor agama dengan taaruf dan dilanjutkan dengan akad
nikah.
Pacaran
bukanlah hubungan yang sehat menurut agama. Didalamnya banyak hal negatif yang
mendekati zina dan mengantarkan pada kemaksiatan yang sudah dilarang oleh
agama. Agama memiliki cara atau aturan yang lebih baik yaitu dengan taaruf dan
dilanjutkan dengan akad nikah. Hal ini agar mampu memberikan kebaikan bagi
keduanya dan terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Seseorang yang ingin melanjutkan hubungan yang lebih
serius untuk menuju kepernikahan dianjurkan untuk mengenal pasangan nya
terlebih dahulu. Taaruf menjadi
salah satu solusi untuk saling mengenal kedua insan yang ingin melanjutkan
hubungan menuju pernikahan. Allah SWT dalam firmanNya “Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan
kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (li-ta’arofu) …” (QS. al-Hujurat: 13). Ta’aruf merupakan seruan dari
ALLAH SWT terhadap hambanya yang ingin saling mengenal. Taaruf disini bisa
dimaknai saling mengenal, interaksi, bersosialisai menambah teman dan saudara
dalam islam. Taaruf mahabbah atau taaruf cinta, sebuah taaruf yang menginginkan
menuju kepernikahan. Saling mengenal dalam taaruf melibatkan orang lain dalam
prosesnya. Taaruf dalam islam bertujuan saling menganal satu sama lain tentang
karakter seseorang yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke jenjang
pernikahan. Taaruf ini juga bisa diperoleh dari mahram maupun teman dekat yang
mengetahui tentangnya. Meskipun taaruf berbeda dengan khitbah namun taaruf juga
merupkan hal yang penting sebelum melaksanakan khitbah dan pernikahan. Untuk
lebih mengenal karakteristik wanita yang ingin diajak serius mulai sifat maupun
prilaku dan wajah.
Taaruf tidak boleh sampai melanggar syariat. Maka
dalam hal taaruf ada beberapa hal yang harus dijalankan agar tidak menyalahi
aturan dalam bertaaruf. Dalam masa taaruf laki-laki maupun wanita tidak
diperkenankan khalwat (berduaan) harus bersama orang lain untuk menjaga keduanya
dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh agama. Nabi Muhammad SAW bersabda “Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan
mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth). Ketidakbolehan
dua insan yang bukan mahram khalwat (berduaan) agar terhindar dari bujuk rayu
setan utuk melakukan kemaksiatan. Mempunyai keinginan untuk melanjutkan
kejenjang pernikahan artinya serius dan bukan hanya sekedar untuk kenal dan ditinggalkan.
Tidak memberikan harapan palsu dan diberikan janji manis. Menjaga batasan dalam
berkomunikasi yang tidak sampai menimbulkan kemaksitan (zina mata, zina telinga
dan zina lisan). Dalam proses taaruf tidak harus meminta restu kedua orang tua
wanita, berbeda dengan khitbah yang memerlukan restu dalam khitbahnya dan
dijawab calon mempelai wanita dalam menerima atau menolak khitbah. Meskipun
sebaiknya kedua orang tua tau tentang proses taaruf anaknya.
Apakah taaruf bisa disebut dengan pacaran islami?
Apakah ada pacaran islami? secara syariat yang dibenarkan adalah taaruf dan tidak ada pacaran islami.
meskipun jika pacaran islami memeliki kriteria dalam proses mengenal lawan
jenis (bukan mahram) hampir sama dengan taaruf yang telah dilagalitaskan oleh
syariat. Taaruf memiliki porsi yang lebih tinggi daripada pacaran islami.
Meskipun mereka yang berpacaran mengakunya adalah pacaran secara islami. jika
taaruf dibumbui dengan nuansa pacaran maka tidak ada bedanya dengan pacaran
pada umumnya meskipun memiliki tujuan untuk lebih kejenjang pernikahan. Jika
taaruf selama proses nya masih menimbulkan polemik dalam masalah syariatnya
seperti berjabat tangan, berboncengan, berjalan berduaan dan bahkan mengumbar
rasa dalam berbicara maka hal ini tidak bisa dikataan sebagai taaruf yang
dilandasi oleh syariat.
Taaruf proses menemukan kecocokan diantara lawan
jenis. Kepribadian yang baik dan sesuai dengan pasangannya. Kebutuhan yang
sesuai dengan keluarga dan masyarakat lebih dominan dipilih ketika taaruf.
Meskipun yang paling penting dari sebuah hubungan adalah perasaan pasangan. Jika
didalam taaruf tidak menemukakn kecocokan boleh salah satu pihak untuk tidak
melanjutkan taarufnya. Tentu saja dengan cara yang baik. Adapun kalau kedua
keluarga mengetahui proses ini maka sebaiknya salah satu pihak yang membatalkan
taarufnya meminta ijin ke keluarga.
Taaruf akan berlanjut ke proses khitbah, jika keduanya
saling ada kecocokan. Dimana khitbah akan memasuki proses untuk meminta izin
kepada wali nasab (keluarga) untuk mengkhitbah pasangannya. Adapun yang dikhitbah
tidak perlu hadir saat mengkhitbah namun tetap keputusan berada pada wanita
untuk menyetujui atau menolaknya. Proses khitbah secara syariat setelah
diterima khitbah nya tidak diperkenankan untuk menerima khitbah dari laki-laki
lain. Berbeda dengan taaruf yang masih memperbolehkan orang lain untuk taaruf
dengan nya namun harus sesuai koridor syariat. Alangkah baiknya dalam proses
taaruf juga hanya ada satu nama didalamnya. Tidak adanya nama lain saat proses
taaruf untuk menguatkan komitmen dan melanjutkan hubungan kearah yang lebih serius
yaitu pernikahan.
Ada beberapa yang menyamakan antara khitbah dan
taaruf. Keduanya berbeda meskipun memliki kesamaan didalamnya. Taaruf dan
khitbah memiliki tujuan yang sama yaitu ingin mempunyai pasangan dengan mengenal
calon istri lebih intens sesuai syariat. Sedangkan perbedaannya taaruf hanya
sebatas komitemen kedua belah pihak untuk menjalin hubungan ke jenjang
pernikahan dengan saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu. Berbeda
dengan khitbah yang langsung minta kesediaan calon istri menjadi pendamping
hidupnya melalui wali nasab ( keluarga ).
Sebuah pernikahan yang dilandasi dengan cinta akan
memudahkan perjalanan dalam rumah tangga. Memiliki rasa saling mencintai dan mengasihi dua hal ini yang akan
menuntun menjadi keluarga yang sakinnah mawaddah warahmah. Proses khitbah dianjurkan untuk saling bertemu supaya
ada perasaan cinta yang tumbuh saat pertemuan tersebut. Dalam hadits dijelaskan
“Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi ). Melihat calon pasangan juga akan memeperkuat keyakinan
kedua nya dalam proses khitbah. Seseorang yang melihat calon pasangannya hanya
diperbolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangan. Karena wajah dan kedua telapak tangan akan
mempresentasikan sebagian besar fisik seorang wanita.
Dalam proses khitban maupun taaruf keduanya diberikan kesempatan untuk
memilih yang terbaik secara agama maupun pribadi. Agama mengajarkan untuk
memilih wanita yang sholihah. Wanita yang terbaik adalah wanita yang taat dalam
agama, karena wanita yang taat terhadap agama akan mendekatkan wanita tersebut
menjadi wanita yang sholihah. Begitu juga dengan wanita yang ingin memilih
laki-laki menjadi pendamping hidupnya sebaiknya juga memilih laki-laki yang
taat karena akan mendekatkan pada laki-laki yang sholih. Dalam memilih calan
pasangan ini nabi juga bersabda “ Dunia adalah perhiasan dan perhiasan yang
paling baik adalah wanita yang sholihah” ( Qurrotul Uyyun ). Bagaimana
wanita sholihah adalah prioritas dalam memilih pasangan. Kesholihahan seorang
wanita juga bisa dilihat saat menjaga harta dan harga diri disaat suami nya
tidak berada dirumah. Agama juga mengajarkan dalam mencari pasangan carilah yang
agamanya baik, cantik, nasabnya nya baik, dan finansialnya juga baik. Semua itu
tidak lain untuk mengajari masyarakat memilih yang terbaik bagi dirinya. Namun
juga mempertimbangkan siapa dirinya terlebih dahulu. Maka agama mengajarkan
dalam memilih pasangan diusahakan sekufu (mempunyai derajat atau kedudukan yang
sama). Hal ini agar rumah tangga yang dibangun kelak bisa saling berlaku adil.
Pada dasarnya taaruf dan khitbah sama. Disuatu daerah tidak jarang
ditemukan seseorang langsung khitbah meski tanpa taaruf. Ada yang melaksanakan
taaruf sesuai prosedur khitbah dan dilanjutkan dangan tunangan. Terkadang juga
taaruf, khitbah, tunangan dan akad merupakan proses yang dijalankan secara
keseluruhan.
Setiap insan menginginkan sebuah kebahagiaan. Pernikahan adalah moment yang
selalu dinantikan oleh kedua pasangan. Moment sakral dan diharapkan hanya sekali
oleh siapapun terlebih seorang wanita. Berbagai persiapan dan perencanaan yang
matang dilakukan untuk mendapatkan kesempurnaan dalam proses pernikahan yang
dilangsungkan.
Pernikahan yang didasari saling mencintai dan mengasihi keduanya akan menjadikan keluarga yang sakinnah mawaddah
warahmah. Apakah sebuah pernikahan hanya membutuhkan cinta? Cinta adalah dasar
sebuah keharmonisan rumahtangga, namun sebagai pendukungnya diperlukan restu
keluarga dan materi untuk proses pernikahan yang akan dilangsungkan maupun
setelah menjadi suami istri.
Menikah merupakan sunnah nabi Muhammad SAW beliau bersabda “ Pernikahan
adalah sunnahku siapapun yang mencintaiku maka sebaiknya menikahlah”. Nabi
Muhammad SAW memerintahkan untuk menikah karena beliau juga ingin
berlomba-lomba dengan nabi yang lain dalam memperbanyak umat dihari kiamat
kelak. Menikah bukanlah hal mudah terutama bagi mereka yang masih bingung alam
menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya maupun keluarganya. Kesunnahan
menikah ini menjadi pemicu semangat untuk seseorang segera melaksanakan
pernikahan. Karena ketentuan dalam menentukan pasangan sudah jelas.
Sebuah pernikahan tidak akan terlepas dari akad nikah. Karena hal itu
merupakan gerbang dari setiap proses yang akan dijalani sebuah rumah
tangga. Akad nikah merupakan proses yang
sakral meski secara tidak langsung akad juga sebuah simbol dalam mempersatukan
sebuah hubungan menjadi halal.
Akad nikah membutuhkan saksi, kedua mempelai, wali nikah, ijab qobul dan
mahar. Saksi dalam akad nikah haruslah dua saksi atau lebih. Supaya adanya
autentic (kejelasan) saat akad nikah. Wali nikah berasal dari keluarga mempelai
wanita sebagai perwakilan mempelai wanita dalam melaksanakan pernikahan,
sedangkan untuk mempelai laki-laki boleh mewakili dirinya sendiri untuk
menikah. Mahar menjadi penting dalam akad nikah karena mahar menjadi kewajiban
yang harus diserahkan dari mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuan
sebagai bentuk menghargai seorang wanita. Tidak ada ketentuan berapa mahar yang
harus diberikan kepada mempelai perempuan yang terpenting mahar itu mempunyai nilai saat
diuangkan kembali. Secara tidak langsung seakan-akan mahar untuk menilai seberapa
layak nya seorang perempuan namun sebenarnya mahar tergantung kesepakatan dari
kedua belah pihak. Tidak jarang mahar diminta dari pihak perempuan yang harus
disediakan atau dipenuhi laki-laki. Secara syariat hal ini bukanlah masalah
asalkan pihak laki-laki mau dan mampu dalam mengadakannya. Namun dalam sebuah
hadits dijelaskan “ sebaik-baiknya wanita adalah mereka yang meminta mahar yang
murah”. Hadits ini bukan berarti wanita dihargai murah namun bagaiamana wanita
memberikan keluasan dan keringanan bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
Agama bukanlah hal yang berat dan agama memudahkan bagi umatnya.
inspiratif sebelum pernikahan, terima kasih
BalasHapus