PACARAN , TAARUF DAN AKAD - Keislaman

Selasa, 04 Desember 2018

PACARAN , TAARUF DAN AKAD



Mendengar kata pacaran tidak asing lagi terutama bagi kawula muda. Para remaja yang terbius dengan perasaan ingin saling memiliki. Bahkan pacaran menjadi trend diberbagai kesempatan. Tidak jarang dari mereka meresa minder jika belum mempunyai pacar atau pasangan. Sehingga menurut sebagian mereka pacaran adalah sebuah keharusan. Terlepas dari akibat ataupun madharat yang menghampiri dilihat dari sosial maupun agama. 
Beberapa ahli mendifinisikan pacaran diantaranya Kyns (1989) pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman. Kesimpulan dari beberapa pernytaan ahli ahwa pacaran adalah adanya keterikatan emosi dengan perasaan tertentu antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
Setiap makhluk yang diciptakan ALLAH SWT berpasang-pasangan. Firman-Nya “Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” [QS. An Nahl (16):72]. Hal yang menarik tentang berpasang-pasangan bahwa pasangan adalah sebuah ikatan dua insan manusia dalam menjaga, merawat dan berkontribusi dijalanNya. Berpasangan menurut islam memiliki dampak positif dalam kehidupan. Dilihat melalui dimensi religius maupun sosial. 
Agama memberikan peraturan dalam bersosialisasi antara manusia dengan tuhan maupun manusia dengan manusia lainnya. Pembatasan ini bukan berarti tuhan mendeskritkan ataupun mengekang langkah manusia dalam menentukan sikap dan berprilaku, namun tuhan tetap memberikan kebebasan dalam setiap pilhan hambaNya. Memilih secara syariat bukan menentang karena hawa nafsunya.
Menurut Zakiah Darajat (1982 : 28) “remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa. Pada usia ini terjadi perubahan-perubahan cepat pada jasmani, emosi, sosial, akhlak dan kecerdasan”. Sedangkan menurut Y. Singgih D. Gunarso (1998 : 8) bahwa masa remaja adalah permulaannya ditandai oleh perubahan-perubahan fisik yang mendahului kematangan seksual. Usia remaja transformasi dari anak-anak menuju dewasa diawali usia 13-18 tahun. Usia yang seharusnya untuk melakukan aktifitas pendidikan dan sosial yang produktif. Tidak seharusnya diisi dengan hal yang kontra produktif, kehilangan waktu, pikiran dan bahkan materi hanya karena menuruti kecondongan perasaan untuk memiliki pasangan. Remaja belum mencapai usia pemikiran dewasa. Pubertas masih menjadi bagian dari dirinya sebagai proses menuju dewasa. Sehingga akan mudah tidak konsisten terhadap pilihan maupun keputssan yang diambilnya. 
Melihat kehidupan remaja yang dikelilingi ego dan gengsi membuat mereka terpacu untuk mempunyai pasangan. Tidak hanya dikota-kota besar bahkan sampai kedaerah mentalitas remaja untuk mempunyai pasangan sangat besar. Ejekan karena belum mempunyai pasangan dengan status jomblo misalnya membuat mereka ada rasa malu dan gengsi karena belum mempunyai pasangan. Sehingga remaja pada posisi tersebut ingin segera memilki pasangan (pacar) tanpa melihat sisi baik maupun buruk.
Trend pacaran bagi kawula muda terlebih remaja menjadi polemik dimasyarakat. Lebih banyak madharat daripada manfaat yang diperoleh. Agama mengatur dan membatasi pergaulan seseorang terutama lawan jenis. Disamping pergaulan sebagai media untuk saling mengenal dan berbuat baik terhadap yang lain, namun pergaulan memiliki norma dilihat dari sisi agama maupun lingkungan masyarakat. ALLAH SWT menjelaskan dalam firmanNya “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk” [QS. Al-Isra (17):32]. Zina salah satu dosa besar yang dilarang agama karena termasuk perbuatan keji dan jalan yang buruk. Kerugian yang dialami kedua insan ini yang melatarbelakangi zina menjadi salah satu dosa yang besar menurut agama. Sehingga mendekat atau melakuakan sesuatu yang akan menimbulkan zina tetap dilarang meski tidak melakukan zina. Bentuk kehatia-hatian dalam menjaga untuk tidak sampai melakukan perbuatan yang keji dan merugikan manusia. Pacaran meskipun tidak bersentuhan langsung menjadi zina namun akan mendekati zina-zina lain antaranya zina mata, zina telinga, zina tangan, zina lisan dan bahkan zina hati.  Zina mata adalah bagaimana memandang lawan jenis yang bukan mahram dan memiliki syahwat dalam memandangnya, meiliki rasa cinta dan keinginan untuk memilki seutuhnya.  Sedangkan zina telinga disaat mendengarkan orang yang dicintai merasa tumbuh mahabbah dan ingin selalu mendengarkan suaranya. Terlebih zina tangan dimana dalam masa pacaran terkadang atau bahkan bisa dipastikan bersentuhan maupun berpegangan tangan kedua insan yang sedang dimabuk asmara. Zina lisan dapat dilihat saat sepasang insan saling melontarkan sanjungan dan rayuan untuk mendapatkan perhatian pasangannya. Sedangkan Zina hati menyibukkan hati yang seharusnya untuk selalu mengingat sang kholiq namun disibukkan dengan memikirkan dan mengingat seseorang yang belum halal baginya. Hal ini yang dimaksudkan dalam Alquran mengenai mendekati zina. Terjerumus dalam perzinaan dan perbuatan keji lainnya.
 Koridor-koridor agama telah dilangkahi dan melewati batas-batas yang sudah ditetapkan. Bagaimana pacaran telah manafikan batasan yang telah ditetapkan oleh laki-laki dan perempuan. Koridor agama memberikan batasan untuk menjaga muruah (kewibawaan, harga diri) antara laki-laki dan perempuan. Terhindar dari zina mata untuk tidak saling memandang dengan perasaan emosi ingin memilki atau sekedar menyukai. Terhindar dari zina telinga untuk menjaga hati tidak condong ingin selalu mendengarkan suaranya meskipun pada dasarnya memang memilki suara yang merdu. Terjaga dari zina tangan dimana islam mengatur seseorang yang bukan mahram nya untuk tidak saling menyentuh tangan keduanya. Terjaga dari zina lisan diman agama mengajarakan untuk tetap berbicara dengan baik dan lembut tanpa menimbulkan syahwat. Terjaga dari zina hati agama mengajarkan untuk menjaga hari supaya tidak mendzolimi diri sendiri dan orang lain. Hati adalah pusat tubuh yang mengontrol semua anggota sesuai hatinya. Keadilan hati untuk memposisikan diri dan tidak condong akan nafsu akan membuat semua bagian tubuh terhindar dari zina dan kemaksiatan lainnya.
Pacaran memiliki dampak yang kurang baik bagi kehidupan manusia. Terlebih mereka yang meletakkan persaan cinta tidak pada semestinya. Perasaan cinta yang seharusnya teruntuk tuhan, rasul dan orang tuanya diletakkan pada perasaan yang belum atau tidak halal baginya. Secara tidak langsung telah mendzalimi dirinya sendiri. Berlaku tidak adil terhadap perasannya dan menyianyiakan karunia mahabbah yang diberikan tuhan padanya. 
Waktu menjadi salah satu hal yang dirugikan pada proses pacaran. Bagaimana tidak jika waktu disia-siakan dengan hal yang belum pasti dan menyibukkan diri disertai melanggar laranganNya. Waktu yang seharusnya digunakan untuk hal positif seperti berinteraksi dengan tuhan dan manusia menjadi berkurang dan menurun seiring dengan adanya proses pacaran. Waktu seringkali digunakan keduanya untuk saling berinteraksi lebih intens dengan cara-cara yang tidak sesuai syariat agama. 
Hubungan yang dijalani atas dasar perasaan yang berlebihan akan mendatangkan madharat  bagi keduanya. Ketidakmampuan bersikap adil terhadap perasaannya dan keinginan memiliki yang belum menjadi haknya akan menimbulkan hal negatif bagi keduanya. Allah SWT berfirman dalam Alquran “Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan.” – (Q.S An-Nisa: 135). Ketidakmampuan bersikap adil karena mengikuti hawa nafsunya. Hawa nafsu yang mendorong seseorang untuk berlebihan dalam bersikap dan berpikir. Hawa nafsu juga akan mendorong seseorang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Didalam buku “Adabun Nufus Wal Muhasibi” juga djelaskan seorang manusia untuk bisa bersikap adil yaitu ” Keadilan seseorang dapat terbuka dengan jalan mengetahui kapasitas dirinya sendiri, bukan melakukan sesuatu melebihi kapasitas yang dia miliki”. Keadilan seseorang teletak dalam kemampuannya mengenali kapasitas yang dia miliki tidak berlebihan atas segala hal yang membuatnya menjadi tidak bisa beralaku adil untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain (pasangan). Temasuk perasaan yang mampu dia kuasai dan miliki untuk seseorang yang pantas baginya, yakni pasangan yang halal diluar koridor pacaran. Bagaimana supaya bisa berlaku adil terhadap hati yang dimilikinya dengan memposisikan hati sesuai kodrat dan kapasitas dalam mencintai sesuatu. Islam mengajarkan untuk selalu berhati-hati dalam hal apapun tidak terkecuali hati yang dengan mudahnya mampu membolak-balikkakan tanpa bisa dikendalikan. Seseorang yang mempunyai perasaan yang lebih besar terhadap pasangan nya dan merasa memiliki seutuuhnya dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang tidak pantas dan bahkan perbuatan keji. Terlalu mencintai juga bukanlah hal baik karena belum tentu seseorang yang kita cintai dengan begitu dalam akan menjadi pendamping kita kedepan nya. kekecewaan jelas akan menghampiri salah satu pasangan tersebut pihak laki-laki ataupun perempuan atas rasa cinta yang berlebihan. Bahkan tidak jarang akan adanya kekerasan fisik jika nafsu sudah mampu menguasainya. Perbuatan keji perlahan akan terjadi atas dasar kekecewaan karena tak mampu memiliki atas dasar cinta yang berlebihan. 
Kehidupan dalam proses pacaran tidak semudah yang dibayangkan. Adanya proses dan lika-liku didalamnya. Usia remaja bukanlah seseorang yang siap akan lika-liku tersebut. Perlu kedewasaan dalam menyelesaikan sebuah masalah meski kedewasaan bukanlah sesuatu yang bisa diukur dengan usia saja. Kenyataannya dewasa adalah proses dalam kehidupan seseorang dalam menjalani dan mengambil tindakan atas sebuah pilihan. Begitu pula kesiapan fisik dan mental disaat kehidupan bukanlah bagian dari perencanaan yang telah dibangun. Kekecewaan seseorang akan semakin besar disaat perasaan yang dimilikinya juga besar. Kecenderungan mental yang lemah menjadikan seseorang tidak siap menerima kenyataan yang dihadapi. 
Dampak negatif selain waktu yang terbuang sia-sia namun materi juga menjadi hal kontra produktif bagi keduanya. Materi menjadi salah satu bagian dari proses pacaran. Meskipun bukanlah segalanya dalam sebuah hubungan namun tidak dinafikan bahwa materi menjadi pendukung yang relevan dan konkrit dalam proses pacaran. Secara tidak langsung pacaran mengikuti keinginan hati untuk bisa merasakan kesenangan dan kebahagiaan bersama yang dicintai. Memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasangannya. Meskipun harus mengeluarkan materi dalam setiap kesempatan untuk membahagiakan pasangan. Bahkan jika ada wanita yang bilang “aku tak butuh materimu yang ku butuhkan hanyalah cintamu”. Apakah benar cinta tak membutuhkan materi? Ibadah yang status nya ibadah mahdhah ( ibadah murni kepada sang kholiq) sekalipun membutuhkan materi (ad-Dunyaa). Apalagi persoalan mencintai yang didalam nya belum tentu ada ibadahnya. Mencintai yang membutuhkan sebuah pengorbanan dalam perjalanannya. Sehingga materi bukan menjadi masalah yang berarti teruntuk orang dicintainya. Terkadang membahagiakan seseorang dengan menuruti kemauan orang yang dicintai menjadi hal yang wajar bahkan wajib bagi sepasang insan yang sedang memadu kasih tanpa melihat logika. Meskipun ada yang bilang cinta tak memerlukan logika. Perlu adanya keseimbangan akal pikiran dan hati untuk mencapai sebuah keadilan dalam perasaan. Membahagiakan pasangan merupakan keinginan naluri seseorang dalam masa-masa pacaran. Namun membahagiakan terkadang melebihi batas kemampuan yang dimiliki, padahal ada yang lebih penting dari sekedar memberikan materi kepada orang yang dicintainya adalah menjaganya dari hal yang seharusnya dijalankan secara syariat. 
Pacaran memiliki lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif. Dampak positif nya bahwa pacaran akan mampu membuat seseorang berbaur dan mengenal karakter orang lain dan mampu bersosialisasi dengan baik. Dibalik itu banyak madharat yang diperoleh dalam proses pacaran. Dilihat dari dimensi agama dan sosial masyarakat. Dimana dimensi agama akan mnyalah koridir atau batasan-batasan dalam hubungan lawan jenis yang bukan mahramnya. Dimensi sosial masyarakat adanya waktu, materi, dan pendidikan yang terbengkalai akibat pacaran dan bahkan lebih tragisnya jika sampai masuk ranah pidana seperti kekerasan verbal maupun fisik. 
Mengutip dari republika (13/10) Ketua Komisi Dakwah MUI Ustaz Moh Zaitun Rasmin mengatakan, bahwa bagi seseorang yang ingin menikah janganlah melalui pacaran, sebab caranya yang salah akan mempengaruhi keberlangsungan rumah tangganya kelak. Dalam Islam yang diajarkan adalah melalui ta’aruf. Lanjutnya “Pacaran dalam Islam tidak boleh kecuali yang dimaksud itu setelah akad nikah. Dalam Islam yang diajarkan untuk memiliki hunbungan atau ke tahap nikah itu melalui ta’aruf,” kata Rasmin. Daripada melakukan pacaran Ustaz Moh Zaitun menyarankan untuk melakukan hubungan yang lebih serius sesuai koridor agama dengan taaruf dan dilanjutkan dengan akad nikah.
Pacaran bukanlah hubungan yang sehat menurut agama. Didalamnya banyak hal negatif yang mendekati zina dan mengantarkan pada kemaksiatan yang sudah dilarang oleh agama. Agama memiliki cara atau aturan yang lebih baik yaitu dengan taaruf dan dilanjutkan dengan akad nikah. Hal ini agar mampu memberikan kebaikan bagi keduanya dan terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Seseorang yang ingin melanjutkan hubungan yang lebih serius untuk menuju kepernikahan dianjurkan untuk mengenal pasangan nya terlebih dahulu. Taaruf menjadi salah satu solusi untuk saling mengenal kedua insan yang ingin melanjutkan hubungan menuju pernikahan. Allah SWT dalam firmanNya “Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (li-ta’arofu) …” (QS. al-Hujurat: 13). Ta’aruf merupakan seruan dari ALLAH SWT terhadap hambanya yang ingin saling mengenal. Taaruf disini bisa dimaknai saling mengenal, interaksi, bersosialisai menambah teman dan saudara dalam islam. Taaruf mahabbah atau taaruf cinta, sebuah taaruf yang menginginkan menuju kepernikahan. Saling mengenal dalam taaruf melibatkan orang lain dalam prosesnya. Taaruf dalam islam bertujuan saling menganal satu sama lain tentang karakter seseorang yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Taaruf ini juga bisa diperoleh dari mahram maupun teman dekat yang mengetahui tentangnya. Meskipun taaruf berbeda dengan khitbah namun taaruf juga merupkan hal yang penting sebelum melaksanakan khitbah dan pernikahan. Untuk lebih mengenal karakteristik wanita yang ingin diajak serius mulai sifat maupun prilaku dan wajah. 
Taaruf tidak boleh sampai melanggar syariat. Maka dalam hal taaruf ada beberapa hal yang harus dijalankan agar tidak menyalahi aturan dalam bertaaruf. Dalam masa taaruf laki-laki maupun wanita tidak diperkenankan khalwat (berduaan) harus bersama orang lain untuk menjaga keduanya dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh agama. Nabi Muhammad SAW bersabda “Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth). Ketidakbolehan dua insan yang bukan mahram khalwat (berduaan) agar terhindar dari bujuk rayu setan utuk melakukan kemaksiatan.  Mempunyai keinginan untuk melanjutkan kejenjang pernikahan artinya serius dan bukan hanya sekedar untuk kenal dan ditinggalkan. Tidak memberikan harapan palsu dan diberikan janji manis. Menjaga batasan dalam berkomunikasi yang tidak sampai menimbulkan kemaksitan (zina mata, zina telinga dan zina lisan). Dalam proses taaruf tidak harus meminta restu kedua orang tua wanita, berbeda dengan khitbah yang memerlukan restu dalam khitbahnya dan dijawab calon mempelai wanita dalam menerima atau menolak khitbah. Meskipun sebaiknya kedua orang tua tau tentang proses taaruf anaknya. 
Apakah taaruf bisa disebut dengan pacaran islami? Apakah ada pacaran islami? secara syariat yang dibenarkan adalah taaruf dan tidak ada pacaran islami. meskipun jika pacaran islami memeliki kriteria dalam proses mengenal lawan jenis (bukan mahram) hampir sama dengan taaruf yang telah dilagalitaskan oleh syariat. Taaruf memiliki porsi yang lebih tinggi daripada pacaran islami. Meskipun mereka yang berpacaran mengakunya adalah pacaran secara islami. jika taaruf dibumbui dengan nuansa pacaran maka tidak ada bedanya dengan pacaran pada umumnya meskipun memiliki tujuan untuk lebih kejenjang pernikahan. Jika taaruf selama proses nya masih menimbulkan polemik dalam masalah syariatnya seperti berjabat tangan, berboncengan, berjalan berduaan dan bahkan mengumbar rasa dalam berbicara maka hal ini tidak bisa dikataan sebagai taaruf yang dilandasi oleh syariat. 
Taaruf proses menemukan kecocokan diantara lawan jenis. Kepribadian yang baik dan sesuai dengan pasangannya. Kebutuhan yang sesuai dengan keluarga dan masyarakat lebih dominan dipilih ketika taaruf. Meskipun yang paling penting dari sebuah hubungan adalah perasaan pasangan. Jika didalam taaruf tidak menemukakn kecocokan boleh salah satu pihak untuk tidak melanjutkan taarufnya. Tentu saja dengan cara yang baik. Adapun kalau kedua keluarga mengetahui proses ini maka sebaiknya salah satu pihak yang membatalkan taarufnya meminta ijin ke keluarga.
Taaruf akan berlanjut ke proses khitbah, jika keduanya saling ada kecocokan. Dimana khitbah akan memasuki proses untuk meminta izin kepada wali nasab (keluarga) untuk mengkhitbah pasangannya. Adapun yang dikhitbah tidak perlu hadir saat mengkhitbah namun tetap keputusan berada pada wanita untuk menyetujui atau menolaknya. Proses khitbah secara syariat setelah diterima khitbah nya tidak diperkenankan untuk menerima khitbah dari laki-laki lain. Berbeda dengan taaruf yang masih memperbolehkan orang lain untuk taaruf dengan nya namun harus sesuai koridor syariat. Alangkah baiknya dalam proses taaruf juga hanya ada satu nama didalamnya. Tidak adanya nama lain saat proses taaruf untuk menguatkan komitmen dan  melanjutkan hubungan kearah yang lebih serius yaitu pernikahan.
Ada beberapa yang menyamakan antara khitbah dan taaruf. Keduanya berbeda meskipun memliki kesamaan didalamnya. Taaruf dan khitbah memiliki tujuan yang sama yaitu ingin mempunyai pasangan dengan mengenal calon istri lebih intens sesuai syariat. Sedangkan perbedaannya taaruf hanya sebatas komitemen kedua belah pihak untuk menjalin hubungan ke jenjang pernikahan dengan saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu. Berbeda dengan khitbah yang langsung minta kesediaan calon istri menjadi pendamping hidupnya melalui wali nasab ( keluarga ). 
Sebuah pernikahan yang dilandasi dengan cinta akan memudahkan perjalanan dalam rumah tangga. Memiliki rasa saling mencintai dan mengasihi dua hal ini yang akan menuntun menjadi keluarga yang sakinnah mawaddah warahmah. Proses khitbah dianjurkan untuk saling bertemu supaya ada perasaan cinta yang tumbuh saat pertemuan tersebut. Dalam hadits dijelaskan “Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi ). Melihat calon pasangan juga akan memeperkuat keyakinan kedua nya dalam proses khitbah. Seseorang yang melihat calon pasangannya hanya diperbolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangan.  Karena wajah dan kedua telapak tangan akan mempresentasikan sebagian besar fisik seorang wanita. 
Dalam proses khitban maupun taaruf keduanya diberikan kesempatan untuk memilih yang terbaik secara agama maupun pribadi. Agama mengajarkan untuk memilih wanita yang sholihah. Wanita yang terbaik adalah wanita yang taat dalam agama, karena wanita yang taat terhadap agama akan mendekatkan wanita tersebut menjadi wanita yang sholihah. Begitu juga dengan wanita yang ingin memilih laki-laki menjadi pendamping hidupnya sebaiknya juga memilih laki-laki yang taat karena akan mendekatkan pada laki-laki yang sholih. Dalam memilih calan pasangan ini nabi juga bersabda “ Dunia adalah perhiasan dan perhiasan yang paling baik adalah wanita yang sholihah” ( Qurrotul Uyyun ). Bagaimana wanita sholihah adalah prioritas dalam memilih pasangan. Kesholihahan seorang wanita juga bisa dilihat saat menjaga harta dan harga diri disaat suami nya tidak berada dirumah. Agama juga mengajarkan dalam mencari pasangan carilah yang agamanya baik, cantik, nasabnya nya baik, dan finansialnya juga baik. Semua itu tidak lain untuk mengajari masyarakat memilih yang terbaik bagi dirinya. Namun juga mempertimbangkan siapa dirinya terlebih dahulu. Maka agama mengajarkan dalam memilih pasangan diusahakan sekufu (mempunyai derajat atau kedudukan yang sama). Hal ini agar rumah tangga yang dibangun kelak bisa saling berlaku adil.
Pada dasarnya taaruf dan khitbah sama. Disuatu daerah tidak jarang ditemukan seseorang langsung khitbah meski tanpa taaruf. Ada yang melaksanakan taaruf sesuai prosedur khitbah dan dilanjutkan dangan tunangan. Terkadang juga taaruf, khitbah, tunangan dan akad merupakan proses yang dijalankan secara keseluruhan. 
Setiap insan menginginkan sebuah kebahagiaan. Pernikahan adalah moment yang selalu dinantikan oleh kedua pasangan. Moment sakral dan diharapkan hanya sekali oleh siapapun terlebih seorang wanita. Berbagai persiapan dan perencanaan yang matang dilakukan untuk mendapatkan kesempurnaan dalam proses pernikahan yang dilangsungkan. 
Pernikahan yang didasari saling mencintai dan mengasihi keduanya akan  menjadikan keluarga yang sakinnah mawaddah warahmah. Apakah sebuah pernikahan hanya membutuhkan cinta? Cinta adalah dasar sebuah keharmonisan rumahtangga, namun sebagai pendukungnya diperlukan restu keluarga dan materi untuk proses pernikahan yang akan dilangsungkan maupun setelah menjadi suami istri. 
Menikah merupakan sunnah nabi Muhammad SAW beliau bersabda “ Pernikahan adalah sunnahku siapapun yang mencintaiku maka sebaiknya menikahlah”. Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk menikah karena beliau juga ingin berlomba-lomba dengan nabi yang lain dalam memperbanyak umat dihari kiamat kelak. Menikah bukanlah hal mudah terutama bagi mereka yang masih bingung alam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya maupun keluarganya. Kesunnahan menikah ini menjadi pemicu semangat untuk seseorang segera melaksanakan pernikahan. Karena ketentuan dalam menentukan pasangan sudah jelas. 
Sebuah pernikahan tidak akan terlepas dari akad nikah. Karena hal itu merupakan gerbang dari setiap proses yang akan dijalani sebuah rumah tangga.  Akad nikah merupakan proses yang sakral meski secara tidak langsung akad juga sebuah simbol dalam mempersatukan sebuah hubungan menjadi halal. 
Akad nikah membutuhkan saksi, kedua mempelai, wali nikah, ijab qobul dan mahar. Saksi dalam akad nikah haruslah dua saksi atau lebih. Supaya adanya autentic (kejelasan) saat akad nikah. Wali nikah berasal dari keluarga mempelai wanita sebagai perwakilan mempelai wanita dalam melaksanakan pernikahan, sedangkan untuk mempelai laki-laki boleh mewakili dirinya sendiri untuk menikah. Mahar menjadi penting dalam akad nikah karena mahar menjadi kewajiban yang harus diserahkan dari mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuan sebagai bentuk menghargai seorang wanita. Tidak ada ketentuan berapa mahar yang harus diberikan kepada mempelai perempuan  yang terpenting mahar itu mempunyai nilai saat diuangkan kembali. Secara tidak langsung seakan-akan mahar untuk menilai seberapa layak nya seorang perempuan namun sebenarnya mahar tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak. Tidak jarang mahar diminta dari pihak perempuan yang harus disediakan atau dipenuhi laki-laki. Secara syariat hal ini bukanlah masalah asalkan pihak laki-laki mau dan mampu dalam mengadakannya. Namun dalam sebuah hadits dijelaskan “ sebaik-baiknya wanita adalah mereka yang meminta mahar yang murah”. Hadits ini bukan berarti wanita dihargai murah namun bagaiamana wanita memberikan keluasan dan keringanan bagi seorang laki-laki untuk meminangnya. Agama bukanlah hal yang berat dan agama memudahkan bagi umatnya. 

1 komentar:

Post yang diunggulkan

Random Posts