imam malik biin anas.id
Islam memiliki perjalanan yang panjang dalam tradisi
keilmuan nya. Dalam islam nbanyak memunculkan ulama-ulama yang mempunyai
kontribusi yang banyak disetiap zaman nya. Imam Malik atau Malik bin Annas , Beliausalah
satu ulama yang mempunyai banyak murid dan pengikut yang menyebarkan pemikiran
nya dan menjadi slah satu imam madzhab empat yang diikuti oleh banyak umat
islam sampai sekarang.
Dalam perjalanannya kodifikasi hadits merupakan salah
satu bagian terpenting yang berfungsi menjaga kemurnian agama. Selama 1400
tahun lebih, para ulama mempelajari teks hadits, berusaha mengenali orang-orang
yang meriwayatkannya, menetapkan status keabsahan hadits, dan kemudian
menyebarkannya ke tengah umat dengan lisan mereka atau melalui usaha pembukuan.
Sebuah usaha yang tidak sederhana yang membedakan teks-teks syariat Islam
dibanding dengan teks ajaran lainnya.
Salah seorang ulama yang memiliki jasa besar dalam
perkembangan dan pembukuan hadis adalah imam besar umat ini yang berasal dari
Kota Madinah, Beliau adalah orang pertama yang membukukan hadits dalam kitabnya
al-Muwatta.
Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Beliau adalah Abu Abdullah, Malik bin Anas bin Malik
bin Abi Amir bin Amr bin al-Harits bin Ghuyman bin Khutsail bin Amr bin Harits.
Ibunya adalah Aliyah bin Syarik al-Azdiyah. Keluarganya berasal dari Yaman,
lalu pada masa Umar bin Khattab, sang kakek pindah ke Kota Madinah dan menimba
ilmu dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga
menjadi salah seorang pembesar tabi’in.
Imam Malik dilahirkan di Kota Madinah 79 tahun setelah
wafatnya Nabi kita Muhammad, tepatnya tahun 93 H. Tahun kelahirannya bersamaan
dengan tahun wafatnya salah seorang sahabat Nabi yang paling panjang umurnya,
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Malik kecil tumbuh di lingkungan yang
religius, kedua orang tuanya adalah murid dari sahabat-sahabat yang mulia.
Pamannya adalah Nafi’, seorang periwayat hadis yang terpercaya, yang
meriwayatkan hadis dari Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan
sahabat-sahabat besar lainnya, radhiallahu ‘anhum. Dengan lingkungan
keluarga yang utama seperti ini, Imam Malik dibesarkan.
Awalnya, saudara Imam Malik yang bernama Nadhar lebih
dahulu darinya dalam mempelajari hadits-hadits Nabi. Nadhar mendatangi para
ulama tabi’in untuk mendengar langsung hadits-hadits yang mereka riwayatkan
dari para sahabat. Kemudian Imam Malik pun mengikuti jejak saudaranya dalam
mempelajari hadits. Beberapa waktu berlalu, Imam Malik melangkahi saudaranya
dalam ilmu hadits. Kecemerlangannya semakin tampak karena Malik juga menguasai
ilmu fiqh dan tafsir.
Perjalanan Menuntut Ilmu dan Menjadi Ulama
Madinah
Ibu Imam Malik adalah orang yang paling berperan dalam
memotivasi dan membimbingnya untuk memperoleh ilmu. Tidak hanya memilihkan
guru-guru yang terbaik, sang ibu juga mengajarkan anaknya adab dalam belajar.
Ibunya selalu memakaikannya pakaian yang terbaik dan merapikan imamah anaknya
saat hendak pergi belajar. Ibunya mengatakan, “Pergilah kepada Rabi’ah,
contohlah akhlaknya sebelum engkau mengambil ilmu darinya.”
Imam Malik belajar dari banyak guru, dan ia memilih
guru-guru terbaik di zamannya agar banyak memperoleh manfaat dari mereka. Di
antara pesan dari gurunya yang selalu beliau ingat adalah untuk tidak segan
mengatakan “Saya tidak tahu” apabila benar-benar tidak mengetahu suatu
permasalahan. Salah seorang guru beliau yang bernama Ibnu Harmaz berpesan,
“Seorang yang berilmu harus mewarisi kepada murid-muridnya perkataan ‘aku tidak
tahu’.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu syariat secara
komperhensif, Malik bin Anas mulai dikenal sebagai seorang yang paling berilmu
di Kota Madinah. Beliau menyampaikan pelajaran di Masjid Nabawi, di
tengah-tengah penuntut ilmu yang datang dari penjuru negeri.
Salah satu hal yang menarik dari kajian fiqih yang
beliau sampaikan adalah penafsiran-penafsiran hadits dan pendapat-pendapat
beliau banyak dipengaruhi oleh aktifitas yang dilakukan penduduk Madinah.
Menurut Imam Malik, praktik-praktik yang dilakukan penduduk Madinah di masanya
tidak jauh dari praktik masyarakat Madinah di zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Penduduk Madinah juga mempelajari Islam dari para
leluhur mereka dari kalangan para sahabat Nabi. Jadi kesimpulan beliau, apabila
penduduk Madinah melakukan suatu amalan yang tidak bertentangan dengan Alquran
dan sunnah, maka perbuatan tersebut dapat dijadikan sumber rujukan atau sumber
hukum. Inilah yang membedakan Madzhab Imam Malik disbanding 3 madzhab lainnya.
Sifat dan Karakter Imam Malik
Dari segi fisik, Imam Malik dikarunia fisik yang
istimewa; berwajah tampan dengan perawakan tinggi besar. Mush’ab bin Zubair
mengatakan, “Malik termasuk seorang laki-laki yang berparas rupawan, matanya
bagus (salah seorang muridnya mengisahkan bahwa bola mata beliau berwarna
biru), kulitnya putih, dan badannya tinggi.” Abu Ashim mengatakan, “Aku tidak
pernah melihat ahli hadits setampan Malik.”
Selain Allah karuniai fisik yang rupawan, Imam Malik
juga memiliki kepribadian yang kokoh dan berwibawa. Orang-orang yang menghadiri
majlis ilmu Imam Malik sangat merasakan wibawa imam besar ini. Tak ada seorang
pun yang berani berbicara saat ia menyampaikan ilmu, bahkan ketika ada seorang
yang baru datang lalu mengucapkan salam kepada majlis, jamaah hanya menjawab
salam tersebut dengan suara lirih saja. Hal ini bukan karena Imam Malik seorang
yang kaku, akan tetapi aura wibawanya begitu terasa bagi murid-muridnya.
Demikian juga saat murid-muridnya berbicara dengannya, mereka merasa segan
menatap wajahnya tatkala berbicara. Wibawa itu tidak hanya dirasakan oleh para
penuntut ilmu, bahkan para khalifah pun menghormati dan mendengarkan
nasihatnya.
Imam Syafii yang merupakan salah seorang murid Imam
Malik menuturkan, “Ketika melihat Malik bin Anas, aku tidak pernah melihat
seoarang lebih berwibawa dibanding dirinya.” Demikian juga penuturan Sa’ad bin
Abi Maryam, “Aku tidak pernah melihat orang yang begitu berwibawa melebihi
Malik bin Anas, bahkan wibawanya mengalahkan wibawa para penguasa.”
Imam Malik juga dikenal dengan semangatnya dalam
mempelajari ilmu, kekuatan hafalan, dan dalam pemahamannya. Pernah beliau
mendengar 30 hadits dari Ibnu Hisyam az-Zuhri, lalu ia ulangi hadits tersebut
di hadapan gurunya, hanya satu hadits yang terlewat sedangkan 29 lainnya
berhasil ia ulangi dengan sempurna. Imam Syafii mengatakan,
إذا جاء
الحديث، فمالك النجم الثاقب
“Apabila disebutkan sebuah hadits, Malik adalah
seorang bintang yang cerdas.
Imam Malik sangat tidak suka dengan orang-orang yang
meremehkan ilmu. Apabila ada suatu permasalahan ditanyakan kepadanya, lalu ada
yang mengatakan, ‘Itu permasalahan yang ringan.” Maka Imam Malik pun marah
kepada orang tersebut, lalu mengatakan, “Tidak ada dalam pembahasan ilmu itu
sesuatu yang ringan, Allah berfirman,
إِنَّا
سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan
yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 5)
Semua permasalahan agama itu adalah permasalahan yang
berat, khususnya permasalahan yang akan ditanyakan di hari kiamat.”
Imam Malik juga seorang yang sangat perhatian dengan
penampilannya dan ini adalah karakter yang ditanamkan ibunya sedari ia kecil.
Pakaian yang ia kenakan selalu rapi, bersih, dan harum dengan parfumnya. Isa
bin Amr mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang yang berkulit putih
ataupun merah yang lebih tampan dari Malik. Dan juga ian seseorang yang lebih
putih dari pakaiannya.” Banyak riwayat-riwayat dari para muridnya yang
mengisahkan tentang bagusnya penampilan Imam Malik, terutama saat hendak
mengajarkan hadits, namun satu riwayat di atas kiranya cukup untuk
menggambarkan kebiasaan beliau.
Hendaknya demikianlah seorang muslim, terlebih
seseorang yang memiliki pengetahuan agama. Seorang muslim harus berpenampilan
rapi, bersih, dan jauh dari bau yang tidak sedap. Sering kita lihat
saudara-saudara muslim yang dikenal sebagai orang yang taat, mereka
berpenampilan lusuh, pakaian tidak rapi karena jarang distrika atau karena lama
tidak diganti, dan keluar bau tidak sedap dari tubuh atau pakaiannya, ironisnya
ini terkadang terjadi saat shalat berjamaah. Agama kita sangat menganjurkan
kebersihan dan Allah mencintai keindahan.
Firasat Yang Tajam
Sering kita dapati ketika membaca biografi orang-orang
shaleh bahwasanya mereka memiliki firasat yang tajam. Demikian juga dengan Imam
Malik bin Anas rahimahullah. Imam Syafii mengisahkan tentang gurunya ini
sebuah kisah yang menunjukkan kuatnya firasat sang guru. Kata Imam Syafii,
“Ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Malik, kemudian ia mendengarkan
ucapanku. Ia memandangiku beberapa saat dan ia berfirasat tentangku. Setelah
itu ia bertanya, ‘Siapa namamu?’ Kujawab, ‘Namaku Muhammad.’. Ia kembali
berkata, ‘Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah, jauhilah perbuatan maksiat,
karena aku melihat engkau akan mendapatkan suatu keadaan (menjadi orang besar pen.).”
Karya Imam Malik
Karya terbesar Imam Malik ialah bukunya Al Muwatha’
yaitu buku fiqh yang menurut himpunan hadis hadis pilihan, menurut sejumlah riwayat
menuliskan bahwa kitab Al Muwatha’ itu tidak bakal ada bila Imam Malik tidak
dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya guna datang ke
Baghdad, dan sangsinya yaitu mengoleksi hadis hadis dan membukukannya, Awalnya
Imam Malik tak mau untuk melakukannya, tetapi setelah dipikir pikir tak
terdapat salahnya melakukan urusan itu Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang
ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan berlalu di masa khalifah
Al Mahdi (775-785 M), semula buku ini memuat 10 ribu hadis tetapi setelah
dianalisis ulang, Imam malik melulu memasukkan 1.720 hadis. Selain buku
tersebut, beliau pun mengarang kitab Al Mudawwanah Al Kubra.
Imam Malik tidak melulu meninggalkan warisan buku,
tapi pun mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang dinamakan sebagai
mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengkhususkan aspek kemaslahatan di dalam
memutuskan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini
ialah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan semua sahabat, Tradisi masyarakat
Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau
dilarang oleh alasan tertentu.
Wafatnya
Imam Malik rahimahullah wafat di Kota Madinah
pada tahun 179 H/795 M dengan usia 85 tahun. Beliau dikuburkan di Baqi’. Semoga
Allah merahmati Imam Malik dan menempatkannya di surganya yang penuh dengan
kenikmatan.
Sumber : KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar